Articles by "nahdlatul ulama"
Showing posts with label nahdlatul ulama. Show all posts



PONTIANAK, Santrionline – Bagi warga nahdliyyin, pengurus maupun anggota Nahdlatul Ulama (NU), sosok pemimpin organisasi keagamaan ini memiliki posisi yang sangat strategis terutama untuk kemaslahatan umat.

Oleh karena itu, menjelang dilaksanakannya Konferensi Wilayah (Konferwil) NU Kalbar yang direncanakan digelar di Kabupaten Kayong Utara dalam waktu dekat, warga nahdliyyin dan Badan Otonom (Banom) NU di Kalbar, menyampaikan harapan mereka.

Satu di antara warga nahdliyyin, Faisal, mengatakan Konferwil yang merupakan wadah pemilihan ketua ini, bisa menghasilkan pemimpin sesuai yang diharapkan.

Setidaknya, ia berharap pemimpin NU yang disebut Ketua Tanfidz, orang yang mampu menjaga kerukunan antara umat beragama dan ragam etnis di Kalbar.

Selain itu, menurutnya ketua NU hendaknya bukan dari golongan politisi. Sebab, bila berafiliasi dengan partai politik, maka sangat dimungkinkan rentan dengan kepentingan politik.

“Apalagi saat ini lagi musim politik, dikhawatirkan pemimpin NU kedepan ditunggangi oleh kepentingan politik,” ujarnya di Pontianak, Senin (9/1).

Baginya, ketua NU tidak sekadar paham dengan keorganisasian, tapi juga harus memiliki basik keilmuan agama yang mumpuni.

“Paham dengan ilmu agama. Sebab belakangan ini, paham dan aliran yang dinilai membahayakan bagi keutuhan Indonesia, sudah cukup mengkhawatirkan. Jadi ketua NU itu harus mampu memberikan pemahaman kepada umat,” jelasnya.

Harapan dan kritik yang dilontarkan Faisal, hendaknya dilihat sebagai evaluasi bagi organisasi NU Kalbar agar lebih baik untuk kepengurusan kedepannya.

Suara Banom
Bagi Ketua PW ANSOR Kalbar, Muhammad Nurdin, siapapun yang terpilih menjadi Ketua PW NU Kalbar kedepan, hal terpenting adalah memiliki komitmen untuk membesarkan NU dan mengembangkan kemaslahatan umat.

Ia tidak memandang ketua NU itu mesti dari kalangan tertentu, baik itu ulama, politisi maupun pejabat pemerintah.

“Dari kalangan mana saja boleh, yang penting tidak melanggar AD ART NU. Dan calon ketua itu harus jelas ke-NU-annya, termasuk amaliyah yang ia jalani sehari-hari,” katanya.

“Calon ketua juga harus punya integritas dan loyallitas, serta komitmen menjaga dan mengembangkan jamiyah dan jamaah Nahdlatul Ulama,” tuturnya.

Menurut Ketua PW IPPNU Kalbar, Jalilah Asy’ari, kriteria ketua NU Kalbar yakni mampu mengayomi warga nahdliyyin di segala bidang. “Khususnya bidang dakwah,” ujarnya.

Dikatakannya, untuk menjadi ketua minimal bisa memahami ilmu agama dengan baik, dan mampu membaca kitab.

“Yang lebih pantas untuk menjadi Ketua PW NU Kalbar, menurut saya dari kalangan kiai,” ucapnya.

“Harapan saya untuk Ketua PW NU kedepan ialah bisa memberikan perubahan yang lebih baik lagi, baik itu dalam segi organisasi maupun segi dakwahnya,” kata Jalilah.

Sementara itu, Ketua PKC PMII Kalbar, Rachmatul Fitrah, mengatakan kriteria paling utama dari ketua NU adalah bisa membawa NU Kalbar lebih bermanfaat.

“Keberadaannya sebagai jamiyah diniyah bukan saja oleh orang-orang terdekatnya, bukan saja oleh warga nahdliyin khususnya, tapi oleh seluruh masyarakat Kalbar pada umumnya,” ujar Fitrah.

Ia berpandangan, Ketua NU Kalbar layak dipimpin oleh kalangan kiai atau ustadz. Alasannya, kedua kategori ini dirasa akan lebih fokus bila dipercaya memimpin NU, karena ini organisasi keagamaan.

“Biarlah politisi mengurus politik, pejabat pemerintah mengurus pemerintahan. NU diurus oleh kiai/ustadz, biar fokus. Jangan dicampur-campur, takut gagal fokus. Kalau sudah gagal fokus, jangankan sampai ke tujuan, untuk berada di jalan yang benar saja lupa bagaimana caranya,” terangnya sedikit menyindir.

Mengutip perkataan almarhum KH Sahal Mahfudz, Fitrah menuturkan bahwa jangan sekali-kali warga nahdliyyin itu menumpang hidup dari NU.

“Di NU itu harus menghidupi NU, jangan sekali-kali mencari hidup di NU,” ucapnya.

Ketetapan AD/ART

Menjelang Konferwil NU Kalbar, terdengar sejumlah nama dari berbagai kalangan yang diprediksi akan maju dalam bursa pencalonan ketua. Dari pantauan NUKHATULISTIWA, mereka di antaranya ada dari kalangan kepala daerah, pejabat pemerintah, akademisi, dan juga ustadz.

Terlepas dari siapapun yang ingin maju dengan segala kelebihan yang dimiliki, aturan organisasi adalah pijakan tertinggi untuk dijadikan dasar pelaksanaan Konferwil.

Berkenaan dengan aturan yang mendasari calon ketua, hal ini telah dijelaskan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU, hasil Muktamar ke-33, di Jombang, Jawa Timur, tahun 2015.

Pada Bab XIV tentang Pemilihan dan Penetapan Pengurus, Pasal 41 menyebutkan, ketua (wilayah) dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Konferwil, dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya secara lisan atau tertulis dan mendapat persetujuan dari Rais terpilih.

Selain mengatur mekanisme pemilihan ketua, AD/ART juga membahas tentang rangkap jabatan. Berikut pasal yang meyebutkan hal tersebut.

Bab XVI Rangkap Jabatan, Pasal 51.

(1) Jabatan pengurus Harian Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap dengan:

a. Jabatan pengurus harian pada semua tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama;

dan atau

b. Jabatan pengurus harian Lembagadan Badan Otonom; dan atau

c. Jabatan Pengurus Harian Partai Politik; dan atau

d. Jabatan Pengurus Harian Organisasi yang berafiliasi kepada Partai Politik;

dan atau

e. Jabatan Pengurus Harian Organisasi Kemasyarakatan yang bertentangan

dengan prinsip-prinsip perjuangan dan tujuan Nahdlatul Ulama.

(2) Jabatan Pengurus Harian Lembaga Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap

dengan Jabatan Pengurus Harian Lembaga lainnya dan Badan Khusus pada

semua tingkat kepengurusan.

(3) Jabatan Ketua Umum Badan Otonom Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap

dengan:

a. Jabatan pengurus harian pada semua tingkat kepengurusan Badan Otonom

lainnya;

b. Jabatan Pengurus Harian Lembaga dan atau Badan Khusus;

c. Jabatan Pengurus Harian Partai Politik;

d. Jabatan Pengurus Harian Organisasi yang berafiliasi kepada Partai Politik.

(4) Rais ‘Aam, Wakil Rais ‘Aam, Ketua Umum, dan Wakil Ketua Umum Pengurus

Besar; Rais dan Ketua Pengurus Wilayah, Rais dan Ketua Pengurus Cabang

tidak diperkenankan mencalonkan diri atau dicalonkan dalam pemilihan jabatan

politik.

(5) Yang disebut dengan Jabatan Politik dalam Anggaran Rumah Tangga ini adalah

Jabatan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati,

Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota, DPR RI, DPD, DPRD Propinsi dan

DPRD Kabupaten/Kota.

(6) Apabila Rais ‘Aam, Wakil Rais ‘Aam, Ketua Umum, dan Wakil Ketua Umum

Pengurus Besar mencalonkan diri atau dicalonkan, maka yang bersangkutan

harus mengundurkan diri atau diberhentikan.

(7) Apabila Rais dan Ketua Pengurus Wilayah, Rais dan Ketua Pengurus Cabang

mencalonkan diri atau dicalonkan, maka yang bersangkutan harus mengundurkan

diri atau diberhentikan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

(8) Ketentuan mengenai rangkap jabatan yang belum diatur, akan diatur lebih lanjut

dalam Peraturan Organisasi . (umar)